Oleh: Dr. Rusmana Dewi, M.Pd.
INDONESIA, dengan jumlah penduduk yang cukup besar, memiliki tantangan yang cukup serius dalam hal literasi. Hal ini disadari pemerintah setelah melihat literasi Indonesia tertinggal jauh dengan negara-negara lain. Hal ini menjadi tantangan sekaligus ancaman bagi bangsa ini.
Bagaimana tidak, Indonesia merdeka sudah puluhan tahun, namun masyarakatnya masih banyak yang tertinggal bahkan Indonesia pernah “darurat literasi”. Hal itu masalah serius. Untuk itu berbagai macam cara dilakukan pemerintah dalam upaya meningkatkan literasi ini.
Kita sadar, literasi merupakan kunci utama dalam pembangunan suatu bangsa, karena literasi tidak hanya berdampak pada kemampuan seseorang untuk membaca dan menulis, tapi juga pada kemampuan individu dalam memahami, menganalisis, menggunakan informasi untuk mengambil keputusan yang tepat. Sementara pemahaman literasi yang dimengerti oleh sebagian besar masyarakat masih sebatas mampu baca-tulis dan belum sampai pada tahap mengimplementasikan ilmu yang dimiliki.
Salah satu program giat literasi dilakukan oleh Balai Bahasa Provinsi Sumatera Selatan yaitu mendata, mengunjungi, mengapresiasi penggiat-penggiat literasi yang ada di Sumatera Selatan. Dari hasil penilaian tersebut, ditemukan tujuh Komunitas Literasi (Komlit) yang mendapat kategori A. Dua di antaranya ada di Lubuklinggau, yaitu Benny Institute, dan TBM Hesti Mora.
Sebagai tindakan berkelanjutan, Balai Bahasa Provinsi mengadakan program Kegiatan Kunjungan Komlit di Lubuklinggau, yang dilaksanakan pada tanggal 20-22 Agustus 2024, dengan menghadirkan 70 perwakilan komunitas literasi, Duta Bahasa, dan penggiat literasi. Tujuan kunjungan ini untuk memberikan gambaran tentang pengolaan, praktik baik tentang pengolaan literasi, pengembangan dan dampak komunitas literasi bagi masyarakt sebagai bentuk upaya penguatan budaya literasi di masyarakat. Demikian yang disampaikan ibu Arie Soeparno mewakili Kepala Balai Bahasa.
Selanjutnya Bapak Aminulatif, selaku ketua panitia, yang sangat antusias melihat geliat literasi Sumatera Selatan. Beliau berharap geliat ini terus terpelihara, sehingga lahirlah komlit-komlit yang profesional. Kesempatan tidak datang dua kali, maka beliau berharap peserta dapat mengambil ilmu dari pemateri, dan belajar membangun komlit yang profesional seperti Benny Institute dan TBM Hesti Mora.
Hal senada disampaikan oleh salah satu penggiat literasi Kota Lubuklinggau, yaitu RD Kedum dalam kesempatan bincang-bincang santai dengan tujuh puluh peserta. Beliau menegaskan, bagaimana agar komlit bisa menginspirasi, memotivasi, dan menjadi penggerak budaya literasi. Pertama, menumbuhkan cinta literasi berangkat dari diri sendiri terlebih dahulu. Selanjutnya, bangunlah jejaring sosial dan saling dukung dengan komlit-komlit lainnya. Adakan kegiatan-kegiatan positif dengan melibatkan pelajar dan masyarakat. Selanjutnya beliau menyatakan membangun komunitas literasi, sama seperti menanam rumput, menumbuhkan akar, menatanya agar tetap subur dan asri. Dengan demikian orang akan melirik dan memandang positif komlit yang kita miliki. Jika kepercayaan sudah terbangun, maka akan terbangun pula atmosfir literasi, otomatis budaya literasi akan berkembang positif.
Penulis adalah Akademisi/Dosen Unpari dan Pengamat Pendidikan