Alaku
Alaku
banner 728x250

Malangnya Nasib Pohon Beringin yang Ditebang oleh Tukang Kayu

Oleh: Andi Wiyanda., S.E., Ak (Ketua Pimpinan Daerah Pemuda Muhammadiyah Kota Lubuk Linggau)

Sebuah Refleksi Politik

Politik di Indonesia kerap kali diibaratkan sebagai sebuah panggung besar, dimana para aktor politik berlaga untuk meraih perhatian penonton dan tentunya kekuasaan. Diantara sekian banyak simbol politik yang ada, pohon beringin adalah salah satu yang paling ikonik. Namun, di balik kekokohannya yang terlihat dari luar, nasib pohon beringin kini tengah berada di ujung tanduk. Pohon beringin yang dulu menjadi tempat berlindung, kini malah ditebang oleh tukang kayu yang seharusnya merawatnya.

Pohon Beringin: Simbol Kekuatan dan Kebijaksanaan

Pohon beringin telah lama dianggap sebagai simbol kekuatan, perlindungan, dan kebijaksanaan. Di alam, pohon ini terkenal dengan akarnya yang kuat dan tajuknya yang lebar, memberikan keteduhan bagi siapa saja yang berada di bawahnya. Dalam konteks politik, pohon beringin juga menjadi lambang partai besar yang telah memainkan peran penting dalam perjalanan demokrasi Indonesia. Partai ini telah menjadi saksi dari berbagai peristiwa besar, mulai dari masa Orde Baru hingga era Reformasi.

Namun, seperti halnya pohon yang tidak dirawat dengan baik, kekuatan pohon beringin ini mulai melemah. Bukan karena usia atau faktor alam, melainkan karena tangan-tangan yang seharusnya merawatnya malah menjadi ancaman terbesar bagi kelangsungan hidupnya.

Tukang Kayu: Metafora Penguasa Politik

Dalam opini ini, tukang kayu diibaratkan sebagai para penguasa politik yang memiliki kendali penuh terhadap nasib pohon beringin. Tukang kayu ini bukanlah orang asing; mereka adalah bagian dari pohon itu sendiri, yang seharusnya menjaga dan merawatnya. Namun, dengan berbagai kepentingan pribadi dan ambisi kekuasaan, tukang kayu ini justru memilih untuk menebang pohon beringin tersebut.

Ada beberapa alasan mengapa tukang kayu ini memutuskan untuk menebang pohon beringin. Pertama, ada ambisi politik yang tidak terbendung. Dalam upaya meraih kekuasaan yang lebih besar, para penguasa politik ini sering kali mengorbankan prinsip-prinsip yang dulu mereka junjung tinggi. Mereka tidak lagi peduli dengan akar yang telah menopang pohon beringin selama bertahun-tahun. Bagi mereka, pohon ini hanya penghalang yang perlu disingkirkan demi jalan yang lebih luas menuju kekuasaan.

Kedua, ada perpecahan internal yang semakin memperparah keadaan. Pohon beringin yang seharusnya kuat dan kokoh kini mulai keropos dari dalam. Para penguasa politik yang seharusnya bersatu untuk menjaga kelangsungan hidup pohon ini justru saling bertikai. Dalam situasi seperti ini, pohon beringin menjadi korban dari ambisi dan pertikaian mereka.

Dampak dari Penebangan Pohon Beringin

Penebangan pohon beringin tentu saja tidak tanpa konsekuensi. Dalam alam, ketika sebuah pohon besar seperti beringin ditebang, maka ekosistem di sekitarnya akan terganggu, hewan-hewan yang bergantung pada pohon tersebut kehilangan tempat tinggal, tanah di sekitarnya menjadi lebih rentan terhadap erosi, dan lingkungan secara keseluruhan menjadi tidak seimbang.

Dalam konteks politik, hal yang sama juga terjadi. Ketika pohon beringin yang kokoh ini mulai runtuh, maka tidak hanya partai yang akan merasakan dampaknya, tetapi juga rakyat yang selama ini berlindung di bawah naungan partai tersebut. Kepercayaan publik mulai terkikis, dan mereka yang dulu setia kini mulai mencari perlindungan di tempat lain. Kekacauan politik menjadi tak terhindarkan, dan stabilitas yang selama ini dibangun dengan susah payah mulai runtuh.

Selain itu, penebangan pohon beringin juga mencerminkan hilangnya nilai-nilai kebijaksanaan dalam politik. Politik yang seharusnya menjadi sarana untuk mencapai kebaikan bersama kini berubah menjadi arena pertarungan untuk kepentingan pribadi. Tukang kayu yang seharusnya menjadi pelindung justru menjadi perusak.

Refleksi: Membangun Kembali Pohon Beringin

Namun, semua belum terlambat. Pohon beringin yang ditebang masih memiliki akar yang kuat. Jika ada niat baik dari para tukang kayu, pohon ini masih bisa diselamatkan. Prosesnya tentu tidak mudah, membutuhkan kerja keras dan komitmen dari semua pihak. Perlu ada upaya untuk menyatukan kembali bagian-bagian yang terpecah dan memperkuat akar yang mulai rapuh.

Pertama-tama, harus ada kesadaran dari para penguasa politik bahwa politik bukan hanya tentang kekuasaan, tetapi juga tentang tanggung jawab. Tanggung jawab untuk menjaga kelangsungan hidup pohon beringin ini, untuk memastikan bahwa rakyat tetap memiliki tempat berlindung yang aman.

Kedua, perlu ada rekonsiliasi di antara mereka yang berselisih. Perbedaan pendapat adalah hal yang wajar dalam politik, tetapi ketika perbedaan ini berubah menjadi perpecahan yang merusak, maka sudah saatnya untuk kembali duduk bersama dan mencari solusi yang terbaik untuk semua pihak.

Terakhir, para penguasa politik harus kembali kepada nilai-nilai kebijaksanaan yang selama ini menjadi dasar dari pohon beringin. Mereka harus ingat bahwa kekuasaan hanyalah sementara, tetapi dampak dari keputusan yang mereka ambil bisa bertahan lama. Oleh karena itu, setiap keputusan harus diambil dengan pertimbangan yang matang dan dengan tujuan untuk kebaikan bersama.

Konklusi

Nasib pohon beringin yang ditebang oleh tukang kayu adalah refleksi dari keadaan politik kita saat ini. Pohon beringin yang seharusnya menjadi simbol kekuatan dan perlindungan kini berada dalam kondisi yang memprihatinkan. Namun, harapan belum sepenuhnya hilang. Jika ada kesadaran dan kemauan untuk berubah, pohon beringin ini masih bisa diselamatkan dan kembali berdiri kokoh.
Politik adalah tentang membuat pilihan, dan pilihan yang kita buat hari ini akan menentukan masa depan kita. Mari kita jaga pohon beringin ini bersama-sama, agar generasi mendatang masih bisa merasakan keteduhan di bawahnya. (*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *